Pages

Subscribe:

Monday, July 2, 2012

butut brother

Ketika aku melangkah mengejar ini semua aku selalu berkata “belum terlambat,” beruntung di tengah langkah ku aku berjumpa dengan seseorang bernasihat “sebelum terlambat,” maka aku mulai berlari.
Tak beberapa jauh, lari ku melemah lalu aku beristirahat, tertidur dan tertinggal begitu jauh, ketika kucoba berlari lagi aku sadar  kepalaku sudah berdarah, pecah, diinjak mereka yang mendahuluiku.
Sekuat kakiku melangkah sekuat itu pula aku ditahan, ditahan oleh kepalaku sendiri.
                                                                                                  ‘Bangkitlah Indonesiaku’
Biasa
Ok…. kita mulai, namaku Roman, nama yang terlalu keren untuk profesiku, tukang butut, ya…tapi itu lah namaku, nama ini diberikan kepadaku dari seorang  gadis cantik, pintar, kaya dan solehah,  Ibuku. Dia menikah dengan seorang yang katanya rocker berhati dan menolak lamaran seorang  ustadz, biasa… korban sinetron.dalam lima tahun aku sudah mempunyai lima adik, ya..rocker memang hebat,semua berjalan lancar dan tampak indah sebelum ayah ku kembali ke jalan, Ternyata ayahku belum sepenuhnya berubah , sudah seminggu ini dia pulang malam sekali, katanya ada job dengan kawan nya, tapi ibuku tau dia hanya mabuk-mabukan, memang tahun ini tahun krisis di mana-mana, semua harga barang naik, susah, pening, kacau, lebih baik mengexpresikan diri sama kawan-kawan, mungkin itulah yang ada dalam pikirannya sa’at itu. dua bulan berlalu mereka bercerai,ini seperti sebuah batu bata yang menghantam kepalaku, lumayan sakit.  ibuku membawa tiga adikku yang paling kecil pulang kampung ke tempat orang tua nya, dan tinggallah kami bertiga bersama laki-laki bau ini. 
Seperti biasa dari sore dia sudah pergi mau bersosialisasi katanya, tapi ada yang berbeda sore ini ditangannya, sebuah golok yang disembunyikan di dalam lengan bajunya, mungkin mau berkelahi dengan anak kampung sebelah karena antara mereka memang sering terjadi pekelahian. Esok harinya aku mendengar kabar seorang laki-laki tewas dipukuli masa karena mencuri uang milik pejabat kaya,dua-duanya bodoh. Aku mendekat dan itu ayahku,dua batu bata. mayatnya dibawa kekantor polisi untuk acara kepolisian kata mereka, seminggu berlalu aku belum mendengar kabar ayahku ketika itu pula pemilik kontrakan mengusir kami, sudah tiga batu bata. Kami di usir waktu tertidur lelap, ya…mungkin supaya tidak ada yang mencela nya mengusir tiga anak yatim. Malam itu kami tidur di bangku jalan,gelap, sepi, dingin dan lapar, menambah hapalan sebuah keadaan alam dikepalaku dan kali ini terasa sangat melekat.
Keeseokan harinya aku bangun, mataku tertuju pada adikku yang nomor  tiga, dia belum terbangun, aku menggoyang tubuhnya, dia jatuh, aku menangis. Aku menghantukkan kepalaku pada batu bata yang tersusun rapi membangun pagar  bangunan tingkat tiga dengan barisan mobil mewah didepannya dan karangan bunga yang bertuliskan ucapan selamat ulang tahun yang  kelima  kepada putra sulung bapak soendoyo, sama seperti umurku kalau tidak salah.
Kami ditolong penjual roti yang kebetulan lewat, Alhamdulillah, aku menarik nafas lega, adikku hanya pingsan karena kelaparan. Setelah ia sadar kami dibawa ke sebuah tempat penampungan anak, kami berada ditempat itu sampai kami diusir, mungkin karena tidak ada yang mau membeli kami, setelah itu kami mulai meminta-minta dijalan, hidup dari belas kasih orang lain memang sangat menyenangkan, setidaknya itu yang kurasakan.
 Dari satu ke satu berikutnya,juga dari pagi ke pagi berikutnya, lalu minggu ke minggu berikutnya, sampai dari tahun ke-suatu hari dimana aku melihat seorang kakek tua yang masih mau berjalan, membawa sebuah goni di tangannya dengan matanya yang menatap harap pada apa-apa yang terbuang. Sebuah perjuangan hidup tanpa akhir dengan deretan hinaan bagi mereka yang menatapnya tapi sebuah kebanggaan bagi yang merasakannya, pijakan langkah kaki lemah yang bernyanyi riang, genggaman tangan kotor yang membuang semua pandangan dan posisi berdiri bungkuk penuh kebijaksanaan yang tak terungkap, semua itu untuk sebuah jeritan kesengsaraan yang mengatakan “aku bisa,”.
“bang… aku lagi yang cerita,” usik adik ketigaku dengan menarik bajuku,
“Bagaimana bisa? Kau kan bisu brother kecil” ucapku sambil mengusap kepalanya,
Tentu saja tadi ia mengucapkan dengan menunjuk wajahnya dengan jari telunjuknya.
hari baru,semangat baru
ini hari minggu, hari pertama dalam islam kata ibuku, hari pertama dimana Allah menciptakan semua ini , dihari ini pula aku menobatkan diriku untuk menjadi seorang yang sangat hina di mata orang, hari dimana aku jatuh dan tak tahu untuk bangun, hari dimana aku melihat jelasnya perbedaan antara hina dan mulia, hari dimana aku mulai ragu akan adanya tuhan yang maha pengasih, hari dimana…………….aku lapar.
Aku menghilangkan semua batasan dalam diriku, sedih, cinta, gembira, benci, malu, gengsi, kepercayaan dan semua rasa-rasa dalam hati hingga tampaklah semua kejutan, ketakutan, kesalahan, kebodohan, ketidaksetiaan, kemungkaran sebagai sesuatu yang tidak perlu diherankan lagi, semua adalah hal yang wajar, Tidak ada yang luar biasa.
“hey Roman….!!!” sapa adik keduaku sambil mengusap matanya yang kotor yang ingin menatap masa depan lebih baik. Aku harap dia punya pikiran yang sama denganku, berharap, berharap dan berharap hari ini akan lebih baik, dengan menggenggam rasa lapar dan membuang jauh kemaluan kami berangkat mencari apa yang tidak dilihat orang lain, sebuah barang harapan yang akan mengisi perut kami, mengisi apa yang dikaruniakan oleh sang pencipta kepada setiap yang hidup, atau mungkin apa yang dibebankan. Sebuah beban yang karenanya banyak manusia menjadi bukan manusia, mencuri, menipu, mengambil paksa sampai saling bunuh dilakukan untuk mencukupi kebutuhan hidup. Ya…mencukupi.
Tempat sampah, itulah area utama kami, aqua bekas, itulah target utama kami, mungkin banyak benda lain yang bisa kami ambil, tapi kami merasa cukup atas ini, kami bisa makan dari ini, dan selebihnya kami gunakan untuk mengubah dunia………???????
”hanya bercanda”.
Kami memulai pencarian dengan berdiri dipinggir jalan melihat-lihat semua kendaraan yang lewat, tersenyum kepada orang yang melihat kami, melambaikan tangan ke-apa saja yang terbang, entah apa gunanya, tapi kami senang melakukannya. Kadang aku berpikir apakah aku dan kedua adikku gila, tapi apa orang gila bisa berpikir, jadi, kalau aku berpikir aku gila artinya aku tidak gila atau pikiranku yang gila atau jangan-jangan orang menjadi gila karena berpikir, haaah…gila.
Banyak orang yang sedih melihat kami karena pekerjaan ini dan sejujurnya aku tertawa melihat pekerjaan mereka yang tidak ada habis-habisnya, pagi pergi kekantor

nonton
ketika melewati pertokoan aku menjumpai sebuah toko yang menjual barang-barang elektronik, dan mereka menghidupkan sebagian produknya seperti televisi, mungkin untuk menarik para pembeli, promosi. dari sini kami mempunyai kebiasaan  menyempatkan diri  mampir setiap siang untuk menonton. Tapi….


debat
kenangan silam( kembali ke masa anak anak)
dunia ini hanya tercipta untukku dan semua manusia bersandiwara untukku)
seperti menyiram kebun kaktus terlihat kekeringan tapi dia tidak membutuhkannya dan dia adalah sisa air bagi para musafir
individual itu peduli sangat peduli sampai terlalu peduli,peduli diri sendiri dan menganggap orang lain hanya sebatas tagga baginya
mungkin ini hany cerita konyol yang dibuat mereka yang pengangguran tapi pedulilah, pedulilah dengan kekonyolan disekitar mu
untukmu yang mengenalku

0 comments:

Post a Comment